CLICK HERE FOR BLOGGER TEMPLATES AND MYSPACE LAYOUTS »

Kamis, 17 September 2009


Hey, guys. Long time I don't write anything yet. Well, when I want to write, maybe this just would be the same a before. Not means like I wanna be a movie critics or somekind, but I found some wonderful movie to share at the time. I watched "The Boy in the Striped Pyjamas" just today at Social lesson (we're talking about Nazi). Somehow I want to watch it again and explore something more. Believe me that the movie, which is based from John Boyne's best selling novel, has a very touching and beautiful story (make me wanna watch more movie about Nazi and Jews...)

The story begins when a schutzstaffel officer, Ralph, brings his family moving to the countryside where he has to work there. This is a kind of difficult moment for his eight year-old boy, Bruno(Asa Butterfield), who has really enjoyed his life in Berlin with a lot of friends.

When they have moved, Bruno totally dislikes his new home by being homeschooled and not allowed to leave his house. Bruno always wonders to be outside his house, which is near with a strange place he calls "farm". From hisbedroom window, he also could see that the farm is full with people in striped pyjamas. One of those people is working in his house. Bruno gets to know this man, who later introduces himslef as a man named Pavel, after this old man helps him when he falls out from his homemade tire swing. Pavel is a kind man and he admits that he was a doctor before. But Pavel is being treated so badly by Bruno's father's adjutant, Kotler (Rupert Friend). While it's unknown to Bruno, her mother, Elsa, is getting confused that their house is near a Nazi Concentration Camp, which Jews people get exiled.

Being extremely bored, Bruno finds away to escape from his home to the woods near his house. While exploring the woods, he aboards to the "farm", he always sees from his bedroom window. He meets a boy in the striped pyjamas, who also share the same age as him, named Shmuel(Jack Scanlon). Both are divided by a fence but they have a conversation together and a glance they become friends. They both share story about their own lives. Sometimes Bruno brings him a food. Based from Shmuel's story, Bruno knows that the soldiers prison the jews, took away their clothes and foods, and only give them striped camp clothing.

Later Bruno becomes confused under his family's and teacher's explanation about the jews. They tell that the jews are not a kind of human being and they are the enemies. Vruno think that the jews are friendly like Shmuel and Pavel. Under confusion, Bruno keeps his friendship with Shmuel secretly through the fence secretly, thou he knows that this friendship might make his family get mad.

Well, I think that the movie is totally great for me. It tells about friendship, forgiveness, humanity and also some knowledges about the holocaust. We could see that Bruno and Shmuel are only fragile boy with very childish beliefs. Actually, Bruno couldn't really see what the soldiers, including his father, have done to the jews. He doesn't really know how suffered the jews are. All he knows is Shmuel is his best friend although his family say that jews are hideous savages. His friendship conquer all the family's foolish rules. He loves his friends no matter who they are.

The jews also bring us a wonderful feeling. If we want to see, Pavel should hate the Germanies who have imprisoned them and damned their life. But he still acts very kind to Bruno, the innocent child. When Bruno falls out from his swing, Pavel could leave him alone because it's none of his bussines. But he helps the child and mends the cut on his leg without any purpose but helping others! He does it without any commands. The same thing also happens to Shmuel. Once time, Bruno gets him into trouble, but he gives Bruno forgiveness when Bruno apologies.

Once I watched it, I fell in love. This movie is the one you must see thou, well, it ain't really a story with happy ending. From this movie we could learn that trough the eyes of childish boy, we could see a beautiful view that hidden in a hideous junk. Very beautiful... <3

Rabu, 02 September 2009


Judul Film: Cin(T)a
Sutradara:Sammaria Simanjutak
Pemeran: Sunny Soon, Saira Jihan
Distributor: Sembilan Matahari


Indonesia ialah Negara yang dimaraki oleh berbagai etnis dan agama. Ada beberapa anggapan yang menyatakan bahwa perbedaan merupakan hal yang membatasi hubungan di antara dua insan dari kalangan berbeda. Namun, hal tersebut tidaklah menghalangi lahirnya cinta.

Itulah hal yang terjadi antara tokoh Anissa dan Cina, dua individu dari kehidupan yang berbeda.

Cina(Sunny Soon), pemuda beretnis cina, berkarakter lugu dan optimistik dengan mimpinya meraih beasiswa ke Singapura. Setelah memulai hari sebagai mahasiswa baru di sebuah universitas di Bandung, ia bertemu Anissa (Saira Jihan), gadis Jawa berparas elok yang besar dalam adat muslim yang ketat. Kuliah Anissa di jurusan Arsitektur terhambat akibat keterlibatannya di kancah industri perfilman. Dirundung ketakutan gagal menyelesaikan Tugas Akhir, Anissa pun meminta bantuan Cina, yang kebetulan tengah mengalami kesulitan ekonomi. Biarpun memperoleh bayaran dari Anissa, Cina mengecap kenikmatan lain dalam menghabiskan waktu bersama gadis yang usianya pun jauh di atas dirinya. Namun, bom yang mengoyak gereja-gereja Kristen pada tahun 2000 seakan menuturkan perbedaan yang kentara di antara keduanya. Seakan Tuhan sendiri yang membatasi asmara di antara keduanya.

Film ini berpusat hanya kepada tokoh Cina dan Anissa serta kehidupan religi mereka. Seringkali keduanya tenggelam dalam diskusi antar agama yang bersifat inklusif. Pergulatan debat mereka dikemas dalam percakapan yang santai dan terbilang jenaka. Keduanya tak ragu melontarkan pernyataan mengenai ajaran agama masing-masing, namu mau memahami agama lain secara dewasa. Toleransi atas keduanya dibuktikan dalam hampir seluruh adegan film, terutama kala Cina membantu Anissa membuat ketupat saat Idul Fitri serta saling membuat Pohon Natal saat Natal tiba.

Dialog antar tokoh Anissa dan Cina pun juga menjurus pada diskusi mengenai perbedaan ras keduanya. Seperti saat Cina menyatakan bahwa Anissa menjalin asmara dengan pria dari berbagai etnis, kecuali yang berdarah tionghoa. Ledekan rasis pun sempat terlontar dari tokoh Anissa kala ia mengakui bisa menduga perasaan seorang lelaki terhadap dirinya lewat pandangan mata. "Gue nggak bisa liat. Mata lo kekecilan," ujarnya, kala menatap mata Cina.

Film independen karya Institut Teknologi Bandung(ITB) ini mengambil setting off-frame. Menurut sang sutradara, Sammaria Simanjutak, semua adegan hanya terpusat pada tokoh Anissa dan Cina semata. Sementara karakter lainnya hanya menyumbang suara saja atau tampil secara fisik namun tidak ditonjolkan. Setting ini diambil agar menimbulkan suasana "Dunia Milik Berdua", antara tokoh Cina dan Anissa. Sementara Sammaria juga menegaskan bahwa selain Cina dan Anissa, karakter yang vital dalam film ini ialah Tuhan. Tuhan, menurut Sammaria, hadir secara menyeluruh sekaligus abstrak dalam seluruh plot cerita.

Banyak adegan dalam film ini yang sebenarnya merupakan lambang dari korelasi antar tokoh. Emosi kedua tokoh pun dilambangkan juga dari jari keduanya yang digambarkan emoticon. Anissa menggambarkan matanya memanjang ke bawah sebagai lambang matanya yang besar, sementara Cina menggambar mata yang kecil atau sipit. Film ini pun juga menghadirkan kehadiran tokoh semut yang biasa bermain bebas di tangan Cina ataupun Anissa. Biarpun terlihat tak penting, semut sering memaraki banyak adegan dari film. Kebebasan yang diberikan kedua tokoh, dalam membiarkan "Si Semut" bermain tanpa mengusiknya, nampaknya merupakan lambang dari kebebasan yang diberikan Tuhan bagi manusia dalam menjalani hidup.

Aktor dan aktris pendatang baru, Sunny Soon dan Saira Jihan, mampu mendalami perannya sebagai tokoh Cina dan Anissa dengan sangat baik. Sunny mampu memainkan karakter Cina yang naif sekaligus cerdas, baik dalam adegan yang bersifat santai maupun emosional. Saira Jihan pun mampu memerankan tokoh Anissa yang cenderung lebih diam.

Sayangnya, bagian akhir film yang sangat mengganjal bisa nampak menghambat keseluruhan jalan cerita bila dilihat dari persepsi yang salah. Seusai menyaksikan keseluruhan film, banyak orang berpikir film ini memaparkan bahwa perbedaan etnis dan agama merupakan hambatan besar yang tak bisa ditolerir antara sepasang insan. Nyatanya tidak juga. Sebetulnya, film ini lebih memaparkan kasus untuk dijadikan bahan pertanyaan atau diskusi mengenai kasus yang seringkali terjadi. Namun, bila kita melihat film ini sebagai jawaban, dari kasus yang tengah marak di Nusantara ini, kita akan melihat film ini hanya sebagai sebuah kisah tanpa kejelasan atau menimbulkan kontroversi. Maka, film ini ada baiknya dilihat tidak dari sebelah mata, namun harus ditanggapi secara meluas.

Audio film ini pun juga belum terbilang sempurna, terutama dalam adegan diskusi agama antara Cina dan Anissa di Taman Bermain. Dialog yang dilontarkan bersifat sahut-sahutan dan sangat cepat sehingga ada beberapa dialog yang sulit ditangkap.

Film independen, yang telah di-launching di London, United Kingdom, ini merupakan film yang sangat baik untuk dijadikan bahan diskusi antara agama. Menanggapi apakah bisa sedemikian banyaknya realita yang bisa menghalangi persatuan antara dua insan manusia.

Lebih jelasnya bisa dilihat di trailer film ini sendiri (klik saja!).

(more and more I wanna say thanks to Ci Sonia Widjaja who brought me to see this movie. Long live indie movie, truly Indonesian soul! <3">)

;;