CLICK HERE FOR BLOGGER TEMPLATES AND MYSPACE LAYOUTS »
Tampilkan postingan dengan label jurnalistik. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label jurnalistik. Tampilkan semua postingan

Senin, 08 Juni 2009

Tips-tips Geje jadi Wartawan...

Hey, bloggers...
Setelah aku hobi berat ngomongin soal film-film yang mungkin nggak menarik untuk kalian, kali ini bersiap-siap karena aku bakal banyak ngomongin jurnalistik...

Oke, oke, bukan mau nyombong mentang-mentang anak jurnalis atau kru kording sekolah. In fact I wanna say that I don't wanna be a journalist. Yeah, it's not my wish, y' know. But a little journalistic lesson is kinda good to increase my writing skill. Kalo boleh, aku lebih seneng lagi jika bisa menjadi psikolog begitu. Mungkin untuk tetep nulis, karena sudah terpatri sebagai hobi, aku lebih setuju bisa jadi novelis psikologi kayak Torey Hayden. Apalagi Torey biasanya mengangkat kisah nyata. Novel pasti lebih bagus kalo dibuat berdasarkan realita.

Okay, that it's all still just a dream. Let's back to the topic!

Ehm, kalian semua pasti, kalau menilikkan mata ke posting yang di bawah ini, tahu ketidakmampuanku mengurus kording sekolah alias KASUR. Tapi, seenggaknya, bagi kalian yang entah bagaimana ceritanya berniat jadi wartawan, ada sedikit-sedikit tips untuk kalian. Geje abis karena berdasarkan dari pengalaman geje sorang amatiran geje yang jatuh bangun demi tanggung jawab...

Oke, sebelum wawancara, persiapannya juga harus matang....
1.) Tentukan dulu topik wawancaranya...
Kalo misalkan buat tugas dan topiknya udah ditentukan oleh guru, ya, ikuti saja perintah guru kalian. Tapi, kalo harus milih topik sendiri, pilihlah topik yang sedang panas atau menarik.

2.) Tentukan narasumber yang sesuai dengan topik...
Kita nggak bisa asal milih narasumbernya. Narasumber harus sesuai dengaan topik agar nyambung.
Contohnya, jangan pilih gebetanmu yang ganteng (sebenernya culun abis) dan gak berpendidikan sebagai narasumber, padahal topik yang diambil "Pemberdayaan Wanita". Kalian harus sadar. Nggak semua orang pantas untuk jadi narasumber kalian, meskipun setiap tokoh pasti punya keunikan masing-masing. Semua orang emang istimewa, tapi inget topik, dong!
Selain itu, sebagai tips tambahan, carilah cadangan narasumber. Karena rawan sekali kejadian narasumber menolak wartawan...

3.) Carilah kontak si narasumber...
Bagaimana kalian wawancara kalau kalian aja nggak bisa ngontak, tuh, orang??

4.)Buatlah janji dengan si narasumber...
Kalo udah berhasil atau bisa kontak tuh orang, ya, buatlah janji dengannya. Tapi, percayalah, kalau ini adalah bagian yang paling sulit. Kenapa? Ya, kalian harus nerima atau siap-siap kalau kalian ditolak. Itu sudah resiko pekerjaan. Bahkan kalo sampe dilempar asbak atau calon narasumber itu malah kegeeran sama kalian dan semacamnya, itu sudah resikonya. Nasib wartawan kelihatannya jadi kayak ada di tangan narasumber gitu.

Kalo takut dengan resiko seperti itu, berhenti jadi wartawan. Tapi inget kalo kalian berani mengambil resiko, kalian akan memperoleh kepastian. Kepastian itu bisa ditolak atau diterima. Kalau diterima, kalian akan segera melakukan wawancara dan mendapatkan bahan!
Kalau ditolak, jangan ngemis-ngemis di depan calon narasumber itu. Biarpun narasumber yang menentukan, wartawan juga harus punya harga diri. Makin kegeeran ntar tuh calon narasumber kalo kalian sampe maksa plus sujud menyembah. Cari narasumber lain! Apalagi kalo udah bikin list calon-calon narasumber!

5.)Susunlah daftar pertanyaan...
Kalau narasumber sudah didapat, susunlah pertanyaan yang sesuai topik. Misalkan kalo topiknya "Menata Kembali Pendidikan Indonesia" dan kalian beruntung bisa mewawancarai Menteri Pendidikan, jangan malah nanya: "Bapak, potongan rambutnya keren, motong di salon apa?" Itu namanya nggak nyambung. Buatlah pertanyaan yang sesuai dengan pendidikan. Misalnya: "Apa misi yang akan Bapak lakukan untuk menunjang pendidikan anak-anak pinggiran kota yang terbengkalai?"

Tapi memang boleh saja jika kalian mau menyelipkan pertanyaan mengenai latar belakang tokoh. Misalkan: Nama lengkap? Tempat tanggal lahir? Tingkat pendidikan? dll...
Nggak ada salahnya, kok...

Dengan demikian, wawancara siap berjalan...
Ada 3 cara yang bisa kamu lakukan untuk wawancara:

1.) Langsung ketemuan (face to face dengan si narasumber...)
Kalian bisa janjian untuk ketemuan di suatu tempat atau mungkin kalian bisa langsung datengin si narasumber.
Kelebihan: Wawancara jadi lebih pasti. Kalian bisa mendengar itu langsung dari mulut si narasumber. Dan kalau kalian menemukan kejanggalan dari jawaban si narasumber, kalian bisa langsung bertanya lagi. Apalagi biasanya, satu jawaban si narasumber bisa menetaskan banyak pertanyaan baru untuk memastikan.

Kekuranngan: Capek dan repot. Itu pasti. Apalagi kalau si narasumber cuma bisa ketemuan di tempat yang jaraknya cukup jauh dari tempat kalian berada. Lalu kalian nggak biasa pergi jauh dan nggak tahu jalan. Kalian mungkin aja nyasar kalau tempatnya asing. Lebih buruk lagi, kalian yang sudah capek-capek, tiba-tiba ditolak oleh si narasumber yang secara mendadak membatalkan janji (ini mungkin aja terjadi).

2.) Lewat telepon
Kalian kalau sudah memperoleh nomor kontak si narasumber juga bisa melakukan wawancara lewat telepon. Identik telepon-teleponan biasa, tapi itu tetap saja wawancara.

Kelebihan: Kalian tidak perlu menguras tenaga untuk menemui si narasumber secara langsung. Kalian masih bisa bertanya kalau jawaban si narasumber agak janggal. Pertanyaan pun masih bisa meluas, seperti wawancara langsung.

Kekurangan: Biaya telepon membengkak. Apalgi kalau pendengaranmu terganggu dan kamu mungkin agak repot nyalin jawabannya.

3.)Lewat email...
Sekarang dunia maya tengah merajai bumi. Kalian bisa mengirim daftar pertanyaan ke email si narasumber. Kamu tinggal menunggu kiriman jawaban dari narasumber.

Kelebihan: Nggak capek dan membuang banyak ongkos. Tinggal tunggu narasumbernya aja...

Kekurangan: Kepastian tidak terjamin dan rasanya kalian jadi sangat bergantung dengan si narasumber. Kalian harus nungguin dia mau ngejawab kapan. Udah gitu, pertanyaan jadi agak susah meluas. Kan, kalian nggak denger langsung jawaban dia karena kita harus nunggu dulu jawabannya. Pas jawabannya dikirim dan ternyata masih ada beberapa hal yang bikin kalian nggak ngeh, kalian terpaksa ngehubungin si narasumber lagi. Kan, nggak enak kalo ganggu-ganggu mulu...

Oke, sekarang tinggal proses mengolah data...
Kalian bisa mengolah data ke dalam bentuk percakapan ataupun narasi...
Tapi tetep aja semuanya perlu proses editing...
Dalam bentuk percakapan, jangan dilampirkan seluruh pernyataan si narasumber. Dirangkum aja...
Kalau dalam bentuk narasi, selipkan juga beberapa kutipan pernyataan narasumber, agar pembaca nantinya tidak jenuh.

Laluu, sebagai ending-nya, ingat beberapa tindakan yang sebaiknya JANGAN KALIAN LAKUKAN sebagai wartawan:
1.) Jangan sebarin aib narasumber oke kalow ada kalanya kalian menemukan kejanggalan yang tak kalian sangka. Mungkin juga bakal menarik perhatian pembaca. Tapi ingat, kalian itu tugasnya wartawan bukan gossiper. Dalam membuat profil seorang tokoh, kalian harusnya lebih menonjolkan kelebihan tokoh yang bisa ditiru pembaca. Misalnya, kalian menyebarkan berita bahwa si narasumber itu orangnya gampang nangis. Is it worthy for people?

2.) Jangan lebai juga . Biarpun harus mampu menonjolkan kelebihan narasumber, jangan berlebihan juga menuliskannya seperti si tokoh tidak memiliki kelemahan. Misalnya seperti: "Aura kecerdasannya berpendar, terpantul dari sorot tatapan matanya yang sayu. Begitu memukau..." Itu namanya lebai. Maksudnya, kan, nggak semua orang berpendapat demikian. Jadi menulislah juga secara objektif. Kalau memang ada sisi yang baik, pembaca pasti akan menyadarinya sendiri.

3.) Kalau disuruh pasang foto, pilih foto yang pas. Entah kesalahan ini pernah saia lakukan atau belom. Salah seorang narasumber untuk kording sekolah pernah complain karna fotonya yang dipajang dianggap sebagai aib. Ya, sebenernya, sih, itu urusan bagian yang ngurusin foto. Tapi, usahakan untuk memasang foto narasumber yang sesuai dengan tulisan dan sedang dalam keadaan yang pantas. Pasti akan bebas complain. Kalau narasumber masih complain? Bilang aja tampangnya yang berantakan (Oke, tips yang terakhir ini di-skip aja. Gak guna...)

Sekian tips singkat yang semoga (kelihatannya nggak bakal) berguna buat kalian... XD

Minggu, 07 Juni 2009

Hey bloggers yang ngebaca ni posting-an...
Kali ini seorang aku ingin sedikit membeberkan sedikit tentang nasib dan pemikirannya yang geje...

Ibu aku adalah seorang jurnalis di majalah HIDUP.
Tepatnya sekarang sudah menjadi editor bahasa...
Kerjaannya: ngedit2 tulisan orang, wawancara, transkrip, nulis, dsb.

Sementara anak bungsunya di sekolah, punya kerjaan yang nggak jauh-jauh dari situ-situ juga...
Ia mengurus koran dinding OSIS St. Ursula BSD...
Apa nama koran itu? KASUR alias Koran Sanur: Harian Berkala Anak Ursula...

Tapi anak ini alias diriku sendiri, merasa berbohong dan berdosa kalo ngeliat motto koran tersebut. Mengapa? Karena kebodohannya sendiri, KASUR terbit nggak pernah sesuai tanggal...

Untungnya aku dibantu oleh anggota sie. Publikasi lainnya yang bae2.
Siapakah mereka? Rahelangelexa. iben (eh, inigo...)

Sialnya, tetap saja KASUR gak bisa berjalan dengan aku sebagai pemred. Mengapa? Karena aku emang bukan pemimpin atw koordinator yang benar. Tidak percaya? Tanyalah saja pada mereka yang sudah berpengaaman menjadi partner tugasku... Contact person: Inigo (sorry, ya, No, gw pinjem nama lw. Kayaknya emang lw yang paling kecewa sama kebegoan gw...)

KASUR yang terbit bulan April kemarin... sungguh geje...
Tapi tahukah kalian penderitaanku pas proses pembuatannya? Sangat menderita...
Aku begadang sampe pagi untuk membuatnya. Untunglah ada sahabat baikku yang bernama Olin juga lagi begadang karena ngerjain presentasi Reli. Tidak percaya? Tanya saja pada contact person: Caroline Sugijono. (Lin, inget penderitaan kita dulu, nggak?)

Akhirnya sudah jadi... Tapi, sayangnya dikritik oleh guru Bahasa Indonesia kami:
I. Wiwin: 'msh ada bagian yang kosong-kosong, tuh..."
I. Widya: "Formatnya kurang mirip dengan koran betulan..." (kemudian beliau memberikan saran dan contoh koran yang baik itu seperti apa...)

Aku menerima kritik tersebut dengan lapang dada karena sudah sadar sejak awal soal kegejean koran tersebut. Lagipula, aku bersyukur mendapat kritikan yang membangun tersebut...

Untungnya kami mendapat izin majang tuh koran sama I. Enung. Plok! Dipasanglah koran...

Sedikit info saja, fotonya Yohanes Bagus Indrasworo terpampang hampir di setiap sudut koran. Jelas hal ini bikin si Bagus ngambek karena kita disangka nyebarin aib-nya. Awalnya, dia hanya narasumber kami yang aku wawancara singkat. Proses wawancaranya memang sangat singkat. Proses wawancara dilakukan di rumah Inogo Goestiandi dan gebleknya dilakukan pas si Bagus udah mau dijemput pulang.

Seingetku, aku hanya memberikan 5 pertanyaan singkat perihal kisah Bagus jadi bendahara OSIS 2009. Dijawabnya pun singkat-singkat mengingat mobilnya Bagus udah ngelakson-ngelakson. Tidak percaya? Hubungi contact person: Bagus.

Lalu, mengapa hasil tulisannya bisa panjang? Itu karena aku karang-karang dikit. Itu memang trik. Kenapa bisa? Karena aku sudah tahu latar belakang PEMILOS (Pemilihan OSIS) kayak gimana tanpa perlu nanya2 sama Bagus. dan yang penting KASUR jadi tanpa ada pihak lain yang dirugikan (kecuali fotonya Bagus ntu,, sorry ya, gus...)

Beberapa minggu kemudian,, BP OSIS rapat...
Sie. Publikasi mendapat kritikan atas KASUR yang geje...
Penyampaiannya tidak menyakitkan dan aku bisa mengerti itu...
Masalahnya, Inigo protes: "KASUR, hancur banget!"
Aku juga stress. Inget kalo aku begadang sampe dini hari dengan kemampuan yang terbatas.

Akhirnya aku harus siap2 untuk KASUR bulan Juni yang mengambil tema PRESTASI SANUR 2008-2009, mengingat orang tua murid harus tahu kalo sanur sekolah keren pas mereka ngambil raport anaknya... Awalnya, sih, mau ngebahas kegiatan Sanur sesudah ulum kayak CVC. Tapi kegiatan tersebut malah dibatalin sekolah. Kenapa? Contact person: pembina OSIS...

Karena CVC batal, aku juga terpaksa harus ngebatalin wawancara dengan Michelle/8C, yang kebetulan adalah ketua CVC. (Maaf, ya, Chelle. Acaranya dibatalin, sih...)

Akhirnya, aku harus memikirkan labih matang lagi soal KASUR Juni ini...
Harus berkesan gitu...
Baiklah, untuk profil awalnya mau wawancara Ibu Isti tentang suka duka jadi Kepsek SMP Sanur BSD. Lalu, batal. Mengapa batal? Kita, kan, harsu menonjolkan prestasi siswa Sanur-nya. Takutnya juga, aib kami sebagai murid kesebar...

Lalu, diluncurkan sebuah usulan untuk wawancara siswa yang memperoleh beasiswa ke singapur. Mengapa topik tersebut dipilih? Ehm, awalnya aku sendiri juga tidak mengerti mengapa topik tersebut agak hot. Temen-temen di luar KASUR emang banyak pula yang semangat dengan berita ini. Mengapa? Ya, ada yang karena semangat pengen ngejar beasiswa juga, ada yang sedih takut kehilangan temennya yang cute dan baik hati (lebai amat) karena mengejar beasiswa, dll. Betulkah ada yang berpendapat demikian? Tidak percaya? Contact person: temen2ku. Jika kalian bertanya siapakah mereka, PIKIR AJA ndiri!

Yang pasti awalnya,
I don't really give a damn about it...

Akhirnya setelah dipikir-pikir, bener juga, sih usulannya. Kan anak-anak yang memperoleh beasiswa itu biasanya adalah siswa yang berprestasi, baik, dll.
Oke, lumayan membanggakan untuk ditulis.
Ternyata anak yang laen setuju. Here we go!

Lalu, apakah itu merupakan tugas yang mudah? Nggak juga. Susah malah! Bayangin aja, gimana coba caranya ngehubungin orang yang jelas-jelas udah lulus dan nggak nongkrongin Sanur lagi?

Tapi, entah kenapa, aku merasa bahwa tak ada yang mustahil meskipun mungkin saja aku bisa ambil topik lain.
Inilah langkah-langkah jitu(?!) yang aku perjuangkan demi KASUR:

1.) Nanya sama kerabat, siapa aja yang berhasil nerima beasiswa... (oke, sejujurnya langkah pertama ini awalnya memang bukan untuk KASUR. Ya, lebih cocok dibilang untuk menambah wawasan dan memperluas wawasan temen yang penasaran)

2.) Mikir2 sendiri kalo2 aku punya kontak salah satu dari mereka... (keliatannya nggak ada)

3.) Tanya anggota Sie. Publikasi (yang aku ingat Inigo tidak menjawab pertanyaan ini...)

4.) Tanya temen deket (yang ternyata hanya tahu kontak nomer orang yang gagal menerima beasiswa...)

5.) Tanya Kibro (yang akhirnya menjawab: Who cares about it?!)

6.) Tanya Limbird, boneka burung hantu kesayangan (Limbird hanya menatapku dengan bola matanya yang imut namun cuma diem aja...)

Oke, emang aku sudah gila kala itu! Nyatanya, suatu ketika pas iseng buka-buka my won telephone book, aku menemukan kejanggalan. Apakah itu? Ternyata aku punya kontak salah satu penerima beasiswa.

Besoknya aku diskusikan dengan anak-anak Publikasi yang laen. Mereka satuju-setuju, aja. Siip. Sudah daku kontak orangnya, wawancara lewat email, dll. Akhirnya aku sudah menuntaskan satu tugas dengan (sangat tidak) profesional. Pertanyaan kali ini sangat banyak dan geje ketimbang yang dikasih ke Bagus, mengingat aku tidak terlalu kenal betul si narasumber dan aku nggak (akan pernah) nrima beasiswa ke Singapur. Semoga si narasumber (yang ketiban sial di wawancara ama gw) nggak stress ngejawabin pertanyaanku...

Oiya, lalu siapa itu sang narasumber? Contact person: BACA AJA KASUR BULAN JUNI NTAR!
(Smoga bisa) terbit: 12 Juni 2009! Dengan berita and feature yang up to date soal Sanur...

(Oke, aku tahu kalau akhirnya smua ini aku tutup dengan promosi nan geje...)

;;